Berhenti Belajar Bahasa Inggris di Sekolah

Share On Facebook ! Tweet This ! Share On Google Plus ! Pin It ! Share On Tumblr ! Share On Reddit ! Share On Linkedin ! Share On StumbleUpon !
Suatu saat saya pernah merenung-renung, mungkin lebih tepat melamun, bahwa kalau ada mata pelajaran yang paling layak untuk dihapus di sekolah adalah Bahasa Inggris. Karena bukan hasil pemikiran ilmiyah wa-l-akademisiyah, lamunan itu saya biarkan saja berlalu. Lagipula, apa kata orang, saya yang dulu kuliah jurusan Tadris Bahasa Inggris alias kuliah calon guru Bahasa Inggris, kok jadi "sentimen" sama mata pelajaran Bahasa Inggris.

Sebetulnya bukan sentimen. Tapi, saya waktu itu merasakan semacam getaran adanya keniscayaan tak terbendung bahwa matapelajaran Bahasa Inggris akan selalu keteteran dengan dahsyatnya perubahan generasi milenial. Bayangkan, untuk menyusun sebuah kurikulum dibutuhkan keputusan politik yang harus melewati ontran-ontran di luar pemikiran konsep, kajian, ujicoba (kalau sempat) sampai sosialisasi dan penataran-pentarannya. Lalu setelah kegaduhan reda, buku disusun, diterbitkan, dijual dan dibeli anak sekolah dan gurunya.

OK, ini bukan hasil kajian ilmiah. Tapi, pagi ini saya dapat kiriman artikel tentang shifting yang ditulis oleh Profesor Rhenald Kasali. Artikel itu bicara soal bisnis. Intinya menggambarkan arus perubahan cepat generasi milenial yang menabrak tanpa ampun aneka regulasi, sekaligus memangsa model-model bisnis yang tak mau tahu dengan arus itu. Lalu, apa hubungannya dengan lamunan saya di atas?

Sepertinya tidak ada. Cuma, tulisan Pak Rhenald itu membuat saya melamun lagi. Kali ini lamunan membawa saya ke memori di masa lalu. Suatu hari, saya ke toko buku, membeli sebuah novel berbahasa Inggris, The Juror, karya George Dawes Green. Selain tertarik karena novel itu sudah ditenarkan oleh film dengan judul yang sama, waktu itu saya merasa percaya diri bisa dan ingin menikmati novel itu dalam bahasa aslinya.

Apa yang terjadi? Saat itu saya merasa sudah dapat menabung kosakata yang lumayan setelah dua tahunan bekerja di media. Jauh lebih besar dari yang saya kumpulkan selama kuliah. Padahal, saya cukup sering pinjam buku apa saja di perpustakaan, yang berbahasa Inggris dan tak ada hubungannya dengan materi kuliah, termasuk novel dan kumpulan cerpen. Tapi, rupanya itu semua tak cukup. Saya hanya mampu bertahan tak sampai lima belas halaman The Juror. Mumet, ribet.... lelah.

Kandungan kosakata berikut citarasa idiomatik 'kekinian' dalam novel itu begitu berat bagi saya, sehingga buku itu cukup jadi hiasan lemari saja. Masa, di setiap baris mesti buka kamus, dan belum tentu nyantol maknanya. Beberapa tahun kemudian buku itu baru bisa saya nikmati.

Apakah bahasa Inggris saya jauh lebih hebat? Tidak. Sederhana saja, karena pekerjaan, saya dipaksa melakukan hal yang saya ogah melakukannya saat menjadi penikmat buku, sabar buka kamus kata demi kata. Thanks to Google age, setiap kosakata aneh berikut citarasa kultural di baliknya bisa diunduh jadi pengetahuan. Di mana saja. Kapan saja.

Apakah generasi anak-anak saya butuh proses sepanjang dan serumit itu untuk bisa menikmati buku berbahasa Inggris? Saya menduga kemungkinan besar tidak. Mengapa? Banyak contoh, anak-anak milenial mampu cepat menyerap instruksi, petunjuk, atau materi apa saja yang menarik minat mereka dalam Bahasa Inggris. Mereka belajar. Benar-benar belajar untuk sesuatu yang mereka butuhkan dan menarik.

Kalau dugaan saya benar, kalau anak-anak menyukai sains, misalnya, cobalah minta mereka mencari sendiri materi sains dalam topik yang relevan dengan pelajaran. Lalu, beri kesempatan mereka menjelaskan apa yang mereka temukan. Sekurang-kurangnya dua hal didapat sekaligus, pengetahuan sains dan pembangunan pemahaman konseptual sistem bahasa Inggris.

Tentu saja, itu bukan perkara sederhana. Jangan pula berharap sim-salabim anak mahir bahasa Inggris dalam sekejap. Tapi, dalam pengalaman saya sebagai produk generasi zaman semonow, walaupun hanya satu artikel pendek, asal bahasa Inggris asli, bukan bahasa Indonesia yang "di-inggriskan", berlelah-lelah membuka kamus dan riset konteks dapat membawa imbal hasil yang sangat berarti.

Berhubung ini hanya lamunan dan dugaan-dugaan, maka sebaiknya matapelajaran Bahasa Inggris tetap ada di sekolah. Abaikan saja gambar dalam tulisan ini.

«
Next
Newer Post
»
Previous
Older Post

No comments:

Post a Comment

Total Pageviews

Search This Blog

Powered by Blogger.

Pilihan Topik

 
Copyright ©2016 English Reading Enthusiasts • All Rights Reserved.
Template Design by BTDesigner • Powered by Blogger